Harga minyak.. Ajib!!
Wuuahh.. harga minyak mentah dunia terus mengalami kenaikan. Pekan lalu angkanya sempat menyentuh level tertinggi, yaitu US$ 90,07 per barel. Kenaikan ini disebabkan situasi di timur tengah yang semakin tidak kondusif. Di tambah lagi Turki saat ini sedang mengancam akan menyerang kaum Kurdi di Irak yang mengakibatkan ketegangan semakin meninggi, bukan mustahil harga minyak nantinya akan melampaui US$ 100 per barel.
Di Indonesia kenaikan harga semua barang pasti tidak akan terelakkan, dari mulai nasi bungkus sampai tiket pesawat terbang. Keadaan ini akan dirasakan oleh rakyat miskin (yang betul-betul miskin dan yang mengaku miskin) sampai kalangan menengah ke atas.
Sebetulnya para ahli sudah memperkirakan keadaan semacam ini akan terjadi. Mereka mengingatkan kerawanan perekonomian yang bersandar pada ketersediaan energi fosil. Sudah berulang kali juga harga minyak melonjak saban kali ada ketegangan di kawasan timur tengah. Seharusnya semua ini membuat pemerintah belajar. Pemerintah tak boleh hanya kelimpungan ketika harga minyak terus melambung.
Sudah sangat mendesak untuk mencari sumber energi lain selain minyak. Sebetulnya alternatif energi selain energi fosil cukup banyak. Katakanlah energi surya, lalu panas bumi, bahkan baru-baru ini air-pun sudah dapat digunakan sebagai alternatif energi. Lalu mengapa dari sekian banyak alternatif energi kita masih sangat tergantung pada energi fosil?
Hal ini karena sampai saat ini belum di temukan sumber energi yang se-ekonomis dan se-efisien minyak bumi. Alternatif energi yang saya sebut di atas masih sebatas pada konversi energi, belum sebagai sumber energi. Penghasilan energi sebetulnya hanya pertukaran energi saja. Energi yang dihasilkan masih lebih kecil daripada energi yang dibutuhkan untuk proses. Sehingga minyak bumi masih menjadi primadona sampai sekarang.
Salah satu kebijakan pemerintah yang bisa di bilang bagus adalah program konversi energi dari minyak tanah ke gas. Program ini bisa menghemat Rp 30 triliun dana subsidi minyak tanah (ck..ck.. 30 triliun bro, bayangkan jika dana sebesar ini untuk pendidikan, saya yakin pendidikan gratis tidak hanya mimpi). Namun langkah ini bisa di bilang telat dan kurang persiapan. Kekurangan pasokan jutaan tabung gas 3 kilogram misalnya, berpotensi menggagalkan program konversi ini. Sehingga untuk mengatasi hal ini pemerintah berencana untuk mengimpor tabung gas untuk menutup kekurangan.
Tapi kenapa harus impor? kenapa tidak kekurangan itu di produksi saja di dalam negeri. Bukankah ini dapat menyediakan lapangan perkerjaan, dapat meningkatkan kesejahteraan dan mungkin harganyapun akan jauh lebih murah. Saya rasa banyak industri dalam negeri yang mampu melakukannya. Daripada harus impor, keuntungan lari ke negara lain.
Secara realistis negara ini memang sudah tak mungkin lagi bersandar pada minyak bumi. Cadangan minyak bumi di Indonesia diperkirakan hany bertahan sekitar 18 tahun lagi. Cadangan gas bumi bertahan sedikit lebih lama, yaitu 50 tahun lagi. Lalu bagaimana nasib para cucu dan cicit kita?? Ya maaf.. tidak ada minyak dan gas bumi di Indonesia untuk mereka kelak. Ya seperti banyak orang bilang, sekarang adalah sekarang, besok gimana nanti..
No comments:
Post a Comment