Thursday, November 11, 2010

Dark Matter, Penyusun Misterius Alam Semesta

Bayangkan anda ingin menentukan massa dari sebuah rumah. Anda ambil sebuah rumah dan meletakkannya dalam timbangan raksasa. Katakanlah, massanya sekitar 50.000 kg. Sekarang bayangkan anda ingin mengetahui bagian-bagian apa dari rumah tersebut yang berkontribusi tehadap massa total. Anda copot satu persatu bagian rumah dan mulai menimbangnya. Termasuk lantai, dinding, dan atapnya. Anda bahkan mengukur juga massa dari udara yang mengisi ruangan rumah. Sekarang massa dari semua individual bagian rumah dijumlahkan. Massa total yang di dapat ternyata hanya 5000 kg saja. Jauh di bawah massa rumah yang 50.000 kg.


Sekarang apakah yang anda pikirkan? Kenapa masa seluruh individual item penyusun rumah lebih kecil dari masa rumah itu sendiri? Bagaimana anda akan menghitung selisihnya? Akankah anda berpikir bahwa pasti terdapat material yang tidak terlihat di dalam rumah yang berkontribusi terhadap berat total rumah?

Tahukah Anda.. Selama 40 tahun terakhir, hal inilah yang menjadi dilema nyata bagi para Astronom dalam usahanya menentukan material penyusun alam semesta.
Sebelumnya, mereka menyangka alam semesta mengandung material ‘normal’, material yang dapat anda lihat dan sentuh. Scan ke seluruh kosmos, dan material penyusun-pun akan jelas terlihat. Di sana ada miliaran Galaksi. Masing-masing di isi oleh miliaran bintang. Di sekitar bintang-bintang itu, planet dan juga bulan berputar pada orbit elips. Dan diantaranya, bertebaran objek yang tidak beraturan dan bermacam ukuran. Dari asteroid raksasa, meteorit-meteorit sebesar batu, sampai partikel kecil tak lebih dari sebutir debu. Para Astronom mengklasifikasikan bendap-benda ini sebagai Baryonic Matter. Mereka (dan kita) paham bahwa unit utama penyusunnya adalah atom, yang terdiri dari partikel subatomic yang lebih kecil lagi, seperti Proton, Neutron, dan Electron. Bahkan lebih kecil lagi, kita akan sampai pada Lepton dan Quark.


Dimulai pada tahun 1970-an, para Astronom mulai mengumpulkan bukti yang membuat mereka berpikir bahwa masih ada lagi bagi alam semesta selain yang terlihat oleh mata. Salah satu petunjuk terbesar datang ketika para ilmuan mencoba untuk menentukan massa dari Galaksi. Mereka melakukan ini dengan mengukur akselerasi awan yang mengorbit di bagian terluar Galaksi. Dari data tersebut, mereka mampu mengkalkulasi besarnya massa yang diperlukan untuk menyebabkan akselerasi tersebut.


Apa yang mereka temukan sangat mengejutkan. Massa yang dibutuhkan untuk akselerasi awan Galaksi tadi adalah lima kali lebih besar dari massa total benda-benda penyusun Galaksi, bintang dan gas, yang tersebar diseluruh Galaksi. Mereka menyimpulkan bahwa pastilah ada semacam material tak terlihat di sekitar Galaksi dan menahannya bersama. Mereka menamakan material ini ‘Dark Matter’ (ada juga yang menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia menjadi ‘Materi gelap’. Namun saya lebih suka tetap menggunakan istilah ‘Dark Matter’), meminjam istilah yang pertama kali digunakan oleh seorang Astronom Swiss Fritz Zwicky pada tahun 1930.




Dua puluh tahun kemudian..


Para ilmuan menyadari bahwa Supernova type 1a, bintang mati yang mempunyai keterangan intrisik sama, ternyata lebih jauh dari galaksi kita ketimbang yang seharusnya. Untuk menjelaskan fenomena ini, mereka menyimpulkan bahwa ekspansi alam semesta sebenarnya melaju lebih cepat. Hal ini membingungkan, karena gaya gravitasi Dark Matter seharusnya cukup kuat untuk mencegah percepatan ekspansi alam semesta. Apakah sejenis material lain, sesuatu dengan efek anti gravitasi, yang menyebabkan percepatan ekspansi alam semesta? Para Astronom percaya akan hal itu, dan mereka menyebut material ini ‘Dark Energy’.


Selama satu decade, Kosmologist dan ahli fisika teori memperdebatkan kehadiran Dark Matter dan Dark Energy. Lalu, pada Juni 2001, NASA meluncurkan Wilkinson Microwave Anisotropy Probe (WMAP). Intrument ini mampu menangkap gambar paling detail yang pernah ada dengan latar belakang gelombang microwave kosmik, radiasi yang ditinggalkan dari proses Big Bang. Dengan alat ini membuat Astronom dapat mengukur, dengan akurasi tinggi, densitas dan komposisi alam semesta. Hasilnya adalaha Dark Matter 23 persen. Dan sisanya adalah Dark Energy yang mencapai 72 persen.


Tentu saja, mengukur proporsi relative penyusun alam semesta merupakan pemulaan. Sekarang para ilmuan berharap untuk mengidentifikasi kandidat yang mungkin sebagai Dark Matter. Mereka mempertimbangkan Brown Dwarf sebagai salah satu yang mungkin. Objek seperti bintang ini tidaklah memancarkan cahaya, tetapi gravitasinya yang intense, yang berefek pada objek terdekat, menyediakan petunjuk tetang keberadaan dan lokasinya. Selain itu, lubang hitam (black hole) supermasive juga diperhitungkan sebagai Dark Matter.


Banyak penelitian-penelitian dan tulisan yang mencoba mengidentifikasi apa sesungguhnya Dark Matter tersebut. Beberapa diantaranya sebagai berikut:




Anda juga bisa menyaksikan video tentang Universe yang saya yakin setelah melihatnya anda akan merasa begitu kecil dan menjadi pengetahuan yang luar biasa. Silahkan lihat di sini.

5 comments:

Anonymous said...

"sebelumnya mereka menyangka alam semesta mengandung material normal", setelah mereka melakukan pengamatan panjang maka saya rasa "facts" tak akan lebih dari sangkaan2 belaka lagi.. hehehe.. sowy brah... mang gak terlalu ngerti any very valuable info, i love it thx

wahyu said...

semua fact berawal dari sangkaan..
setelah pembuktian berubah menjadi apa yg kita kenal sebagai fact. sangkaan yang tidak dibuktikan akan menjadi mitos..

Terima kasih sudah berkunjung.

jarvis said...

http://teknologi.inilah.com/read/detail/1795565/nasa-ciptakan-materi-penghisap-segala-cahaya

Fiana said...

nice info gan

http://www.toyota.astra.co.id/corporate-information/news-promo/news/dimensi-besar-toyota-fortuner-2016-yang-siap-menaklukkan-segala-medan/#news

Unknown said...

Jadi yg dimaksud dark energy itu apakah dimensi ruang (ketiada'an) dmn semua antimateri baru (kehendak Tuhan) akan terpecah (terrealisasi), prof? Mohon jawabannya..!