Jangan asal njeplak!!
Berpendapat harus dengan dasar dan pengetahuan. Jika tidak, itu namanya omong kosong!! Saat ini banyak orang yang asal saja mengeluarkan pendapat. Tidak jarang tanpa dipikir dulu. Seorang teman sangat lihai dalam menyampaikan pendapatnya. Kata-katanya tegas dan tampak meyakinkan. Jika yang diajak bicara kurang paham tentang masalah yang dibicarakan, jadilah dia percaya dan mengamini. Padahal saya tau pasti, apa yang dikatakannya tidak 100% benar. Bahkan tidak jarang salah kaprah.
Dalam musyawarah orang diharapkan mengeluarkan pendapatnya. Tidak hanya dalam musyawarah, tapi juga dalam obrolan sehari-hari, di pos ronda, di acara arisan, bahkan di kantor saat makan siang, orang pasti akan berpendapat. Dengan pendapat, orang menyampaikan isi kepalanya. Berpendapat menjadi salah satu cara komunikasi yang efektif. Pendapat juga dapat digunakan untuk mengukur sejauh mana pikiran dan pengetahuan yang dimiliki. Tapi itu bukan berarti kita boleh asal dalam berpendapat.
Pendapat merupakan buah dari pengetahuan, produk dari hasil berpikir. Pendapat adalah ide. Pendapat harus memiliki dasar. Tidak muncul dari omong kosong tanpa pengetahuan sama sekali. Pendapat semacam ini tidak bisa disebut pendapat, tapi hanya dugaan, prasangka kalau tidak dibilang bullshit. oleh karena itu seharusnya semua orang berhati-hati dan bertanggung jawab terhadap pendapat yang dikeluarkannya. Lebih-lebih bagi mereka para panutan masyarakat. Karena pendapatnya dijadikan suatu rujukan dan kebenaran oleh orang lain. Dan orang tersebut menularkannya pada yang lainnya. Demikian seterusnya. Tidak masalah jila pendapat itu merupakan suatu kebenaran. Namun bila pendapat itu hanyalah omong kosong tak berisi, wah.. celaka..!! jadilah pembodohan publik.
Diam itu emas. Saya setuju. Lebih baik diam daripada bicara tidak bermanfaat. Apalagi ucapannya dapat menyakiti orang lain dan waton njeplak. Sering orang sibuk berbicara sampai dia sendiri tidak tahu apa yang dibicarakannya. Tidak menyadari kalau ucapannya mempermalukan dirinya sendiri. Dan yang lebih parah, tidak menyadari kalau ucapannya menyinggung orang lain.
Pendapat harus berdasar. Tidak mengapa pendapat kita berbeda dengan pendapat orang lain. Karena pengetahuan dan pemahaman juga berbeda antara seorang dengan yang lainnya. Orang yang berpendapat bisa juga dikatakan orang yang memiliki prinsip. Prinsip hidup tiap orang berbeda, maka jadilah pendapatnya juga berbeda. Perbedaan pendapat jangan dijadikan masalah. Apalagi pemicu perselisihan. Justru dengan perbedaan pendapat, kita jadikan itu sebagai alat koreksi dan pembenahan diri.
Saya mendukung kebebasan berpendapat. Sejauh pendapatnya betul-betul cerminan dari apa yang diyakini dan diketahui. Karena ada orang yang bependapat bukan berdasar pada isi hati. Tapi berdasar pada penilaian umum dan kepentingan. Sehingga tidak heran bila pendapatnya mencla mencle, tidak konsisten. Tergantung mana yang lebih menguntungkan. Ada juga yang berpendapat agar dilihat lebih pintar, lebih baik.. Agar orang kagum dengan pikirannya. Padahal pendapatnya hanya jiplakan dari pendapat orang lain. Bukan sungguh-sungguh hasil pemikiran dan analisa pribadi. Karena pengetahuannya tidak cukup untuk membuat kesimpulan berupa pendapat.
The art of talking. Seni berbicara. Banyak orang yang sibuk mempelajarinya agar pendapatnya terlihat meyakinkan dan dapat diterima. Bahkan menekan dan mengintimidasi orang lain. Saya tidak berkata ini tidak penting. Ini penting. Saya katakan kemampuan menyampaikan pendapat adalah penting. Tapi jangan lupa, penting juga untuk tahu saatnya diam dan mendengarkan. Saya pikir, dari pada kita berbicara hal yang menyesatkan dan tidak bermanfaat, lebih baik diam. Mendengarkan sekaligus menilai dan mengukur sedalam apa lawan bicara kita. The art of listening.
Dan pada akhirnya.. setiap orang akan mempertanggungjawabkan semua yang diperbuatnya. Termasuk mempertanggungjawabkan semua yang diucapkannya. Maka sudah sewajarnya kita berhati-hati dalam berpendapat. Lidah lebih tajam dari pedang manapun. Maka berpikirlah dulu sebelum berbicara.
No comments:
Post a Comment