Friday, August 14, 2009

Efisiensi Sistem Denda Tilang

Seorang kawan baru saja pulang dari tugas luar kota. Di pesawat dia terlibat percakapan menarik dengan seorang penumpang. Berikut cerita kawan saya, sengaja saya menggunakan kalimat langsung orang pertama agar lebih mudah dibaca dan dimengerti.


Di dalam pesawat saya langsung duduk. Di sebelah saya seorang bapak berpakaian batik rapi dan necis. Sekilas wajahnya tampak familiar, tapi saya tak dapat mengingat dimana pernah melihatnya.

Setelah duduk saya mengeluarkan isi saku jaket sekedar merapikan. Karcis tol, tiket pesawat, uang, struk belanja alfamart dan ah ya.. surat tilang. ‘Surat cinta’ dari pak polisi tadi pagi. Sangat menyebalkan.

“Surat tilang..??!”, Bapak berbatik di sebelah saya bertanya dengan senyum manisnya.

Ya. Tadi saat ke bandara buru-buru sampai lupa memakai seat belt”.

Ah ya.. hal yang sering terjadi. Jadi.. Mas-nya lebih memilih untuk di tilang dan ikut pengadilan ketimbang membayar di tempat??, haha.. warga yang baik”.

Saya tidak menjawab. Tak yakin apakah dia tulus atau hanya pernyataan sarkastik belaka.


Tak lama kemudian pesawat lepas landas.

“Sistem yang amat tidak efisien..!!”, Bapak berbatik tiba-tiba bicara setelah hening sesaat.

Apa??”

Itu. Coba pikir, Mas tidak menabrak mobil lain. Tidak melukai orang lain. Tidak mabuk, dan tidak membahayakan orang lain. Mas hanya lupa menggunakan seat belt. Kesalahan kecil yang tak disengaja. Tapi mereka tetap menahan SIM dan Mas harus ke pengadilan untuk membayar denda dan mendapatkan SIM kembali.

Bayangkan berapa banyak orang yang harus terlibat. Polisi harus memproses surat tilang tersebut, kemudian menyerahkannya ke pengadilan, di pengadilan akan semakin banyak orang yang ‘direpotkan’ dan sibuk menyelesaikan berkas-berkas dan urusan administratif lainnya.

Semua orang ini. Sibuk menggeluti sebuah kertas, menghabiskan banyak waktu dan tenaga Untuk apa? Semuanya hanya karena Mas lupa memakai seat belt”.

Bapak itu benar. Saya bahkan tidak berpikir sejauh itu.

“Akan dimengerti jika Mas melakukan suatu kesalahan serius. Namun hanya karena lupa menggunakan seat belt, melanggar marka jalan, salah berputar.. apakah perlu sampai pergi ke pengadilan dan ‘membuang’ waktu semua orang??. Bayangkan semua produktivitas yang hilang. Sekarang Mas harus ke pengadilan dan berada di sana seharian penuh. Waktu yang seharusnya bisa digunakan untuk bekerja dan kegiatan produktif lainnya”.

“Benar. Lalu apa saran Bapak?”, saya bertanya padanya. Penasaran apa pendapat Bapak sebelah saya itu.

“Idealnya, mereka tidak menahan SIM milik Mas. Hanya memberikan surat tilang dan membiarkan Mas pergi. Mas bisa membayar tilang di Bank manapun, dan selesai. Seharusnya simple saja. Tidak perlu harus berlarut-larut”.

“Tapi..”, Bapak berbatik melanjutkan, “Apakah Mas tau apa yang terjadi kalau hal seperti tadi dilakukan?”

“Sebagian orang akan tidak peduli dan tidak mau membayar denda”, sambar saya.

“Tepat! Dan kenapa bisa begitu?”, tanya Bapak berbatik. Senang karena saya mau mengikuti ‘permainannya’ sejauh ini.

“Karena polisi tidak mempunyai alat untuk memaksa kita membayar. Alasan polisi menahan SIM saya adalah agar saya mau membayar denda tilang”.

“Betul! Tapi bukankah polisi mencatat no kendaraan dan bisa melacak bila Mas tidak mau membayar denda?”.

“Ya, tapi tidak semua kendaraan ter-registrasi dengan nama pemiliknya. Kendaraan saya contohnya. Saya membelinya second dari tangan kedua, dan belum balik nama. Masih atas nama pemilik sebelumnya. Maka jika polisi melacak kendaraan saya, yang mereka dapat adalah nama pemilik sebelumnya”.

“Tepat. Kita semakin dekat dengan akar masalah. Sekarang.. kenapa Mas-nya tidak segera balik nama dan meregistrasi kendaraan atas nama sendiri?”.

“Hmm.. sebetulnya lebih karena biaya yang mahal.. dan teman-teman bilang kalau prosesnya sangat birokratik. Sejujurnya, saya belum pernah melakukan hal-hal seperti itu sendiri”.

“Maka kita harus membuatnya menjadi lebih MUDAH.. dan MURAH..”.

“Sulit dilakukan. Pemerintah ingin mendapat pemasukan sebesar mungkin”, jawab saya.

“Ah.. anak muda. Coba lihat seperti ini. Katakanlah pemerintah membuat proses registrasi balik nama menjadi sangat mudah, hanya 10 menit. Dan biaya dipangkas setengahnya. 50 %. Saya berani bertaruh, orang yang merubah nama kepemilikan kendaraannya akan bertambah signifikan. Mungkin tiga kali lipat. Potong biaya setengahnya, dan pemerintah akan mendapat tiga kali lipat. Dan sebetulnya pemerintah akan mendapat lebih banyak lagi.

Jika semua kendaraan telah ter-registrasi atas nama pemilik sesungguhnya, maka jika ada kasus tidak membayar denda tilang, kepolisian akan dapat melacak mereka melalui no kendaraan, dan memberikan denda berkali lipat. Tambahan uang untuk pemerintah”.

Saya mengangguk. Masuk akal.

Bapak tersebut meneruskan.

“Dengan uang lebih, kita dapat menggunakan sebagian untuk memperbaiki kesejahteraan bapak-bapak polisi kita. Mereka ini bekerja siang malam di jalanan penuh polusi. Juga penuh bahaya. Dengan uang tersebut juga kita dapat melakukan perbaikan peralatan kepolisian. Alat komunikasi lebih canggih, komputer, kamera, mobil yang lebih baik, dan motor. Pada akhirnya mereka akan bekerja lebih baik dan mampu menangkap lebih banyak pelanggar lalu lintas dan membawa lebih banyak rupiah pada pemerintah.

Dan kita. Sebagai warga masyarakat. Bila melakukan pelanggaran dan terpaksa harus membayar denda tilang, akan dengan senang hati membayar karena:
Satu, kita tidak perlu membuang waktu dengan pergi ke pengadilan, dan kedua, kita tau pasti bahwa uang yang kita bayarkan akan betul-betul masuk ke negara bukan ke kantong-kantong pribadi para oknum polisi guna memperbesar perut mereka.

Kepolisian dan pengadilan juga akan senang. Sedikit kasus tilang, berarti semakin banyak waktu untuk mengerjakan kasus-kasus yag lebih penting, seperti korupsi contohnya”.

“Kedengarannya bagus”, kata saya. “Lalu kenapa hal itu tidak segera dilakukan?, kenapa kita masih saja terjebak dengan sistem yang tidak efisien ini?”.

“Coba pikir seperti ini. Ini seperti fenomena reformasi kita”.

“Reformasi?”

“Ya. Sebelum kita mendapatkan reformasi, sebagian orang sangat nyaman dibawah Soeharto. Mereka banyak mendapat harta. Membangun lebih banyak bisnis dan mendapat lebih banyak uang. Maka, ketika Soeharto turun, mereka resistant. Hidup sudah bagus, kenapa di rubah?? Ini dapat dimengerti. Mereka tidak ingin kehilangan investasinya, bisnisnya, semuanya yang telah diperoleh di masa Soeharto.

Persis sama dengan yang terjadi pada sistem perundangan lalulintas kita. Kita perlu membuka mata mereka. Kita perlu meminta mereka, jikapun dengan memaksa seperti pada reformasi kita!!. Suatu mimpi yang indah bukan?”.

“Ya..”, jawab saya.

Orang tua yang sangat mempesona.

(Dalam rangka memperingati hari kemerdekaan RI. Mencoba memberi alternatif ide untuk memperbaiki negara tercinta ini)



Artikel terkait : Undang-undang pelanggaran lalulintas No 14 tahun 1992

27 comments:

~noe~ said...

hmmm...
bisa jadi kasus korupsi yang tidak terungkap karena temanmu itu ndak pake seatbelt ya. makin banyak yang melanggar aturan lalulintas makin susah kasus korupsi terungkap.
satu kepakan sayap seekor kupu-kupu bisa menyebabkan badai besar di lokasi dan waktu yang berbeda dimensi.

tapi seandainya pemakai lalulintas ini semuanya tertib dan tidak pernah ditilang, apakah lantas kasus korupsi akan banyak terungkap?

memang perlu revolusi total dalam tubuh penegak hukum kita.

guskar said...

bbrp minggu lalu, saya nyetir mobil di sebuah kota di jawa timur. saya nggak tahu ada larangan dilarang melalui jembatan pukul 06.00 - 18.00. mmg nasib saya, ketahuan pak pulisi. mobil saya dihentikan, pulisi ksh tahu kesalahan saya. krn saya buru2 saya ngajak 86 aja. pulisi mau, tp jangan di situ, tempatnya rame. di posnya, to the point saya bilang ditilang berapa? nggak mungkin saya mesti ikut sidang seminggu kemudian. saya berikan 50 rb, dia bilang kebanyakan. saya bilang nggak apa2 buat sarapan. eh, pulisi ambil uang di sakunya 30 rb dan diberikan ke saya. ketika pamit dr posnya saya bilang titip salam buat pak B. Pak pulisi kaget dan mengejar saya... uang 30 rb dimintanya kembali, sdngkan uang 50 rb milik saya td diberikan ke saya, artinya saya nggak kena uang tilang. pak pulisi tersipu dan bilang hati2 di jalan ya pak...
peristiwa td paling nggak berjalan selama setengah jam... nggak efisien ya? pdhl ktk ditegur pak pulisi td saya bisa langsung bilang klo saya temannya pak B, komandan besarnya. :)

CumaINI said...

gara-gara kena tilang, uang 50 rebu melayang deh :D

wahyu said...

@ Noe: masalah sebenarnya bukan di tilangnya, tapi di sistemnya yg sangat tidak efisien, boros waktu, tenaga, dan kadang tidak tepat sasaran. Memang tidak berkorelasi langsung banyak sedikit tilang dg kasus pengadilan korupsi.

Saya suka istilah sampeyan, "..satu kepakan sayap seekor kupu-kupu bisa menyebabkan badai besar di lokasi dan waktu yang berbeda dimensi.."

@Gus: Wah koneksi dan relasi kang Gus banyak orang besar ya. Itu baru pak B, belum C,D,E,F..S. hehe..

@Cumaini: anggap aja sedekah.. makasih sudah berkunjung.

casual cutie said...

dimana-mana sama aja. malah di daerah saya Pak Polisi suka cari kesalahan, tiba2 kena tilang. dulu pernah juga SIM & STNK ditahan, eh SIM nya balik tapi STNK nya hilang & ga ada pertanggungjawaban sama sekali.

guskar said...

@mas wahyu,
bukan krn punya koneksi atau relasi mas.. sy pake trik kok. ketika perjalanan ke pos pulisi, saya nelpon teman yg di kota itu, saya tanya siapa nama kumendan besar... nah ketika nitip salam, saya stel yakin ngomongnya...ha..ha...

wahyu said...

@Guskar: haha.. ide cemerlang. waahh.. bisa saya copas ide panjenengan. Pantes ngaku kenal pak B ndak dari awal. Mantaf kang Gus.. :)

hentai tube said...

what is the meaning Efesiensi sistem denda tilang, i don't understand it. wait i must translate it at google tranlate

KangBoed said...

hehehe.. excellleeeeeent..

KangBoed said...

Saya mengucapkan SELAMAT menjalankan PUASA RAMADHAN.. sekaligus Mohon Maaf Lahir dan Bathin jika ada kata kata maupun omongan dan pendapat yang telah menyinggung atau melukai perasaan para sahabat dan saudaraku yang kucinta dan kusayangi.. semoga bulan puasa ini menjadi momentum yang baik dalam melangkah dan menghampiriNYA.. dan menjadikan kita manusia seutuhnya meliputi lahir dan bathin.. meraih kesadaran diri manusia utuh..

Salam Cinta Damai dan Kasih Sayang ‘tuk Sahabat Sahabatku terchayaaaaaank
I Love U fullllllllllllllllllllllllllllllll

Anonymous said...

selamat malam bang
met puasa yah
salam hangat selalu

wahyu said...

@hentai tube: meaning is the efficiency of traffic law system especially on paying mechanism of traffic violation fine. Thanks for visit my blog..

@kangBoed: sama-sama kang, mohon maaf lahir bathin juga..

@blue: met puasa, salam sehat..

hentai tube said...

ow i see i see.
you welcome.

Gostav Adam said...

Namun pihak polisi juga tidak bisa disalahakan sepihak. Karena para pelanggar juga menginginkan kepraktisan ketika ditilang. Daripada harus sidang ternyata jumlah biaya yang dikeluarkan sama, mending bayar langsung. Gak terlalu salah juga polisinya

sala kenal. Mampir ke blog kami

wahyu said...

@Gostav Adam: Betul. Pelanggar menginginkan kepraktisan. Itulah akar masalahnya. Oleh karena itu tulisan di atas mengeluarkan satu alternatif solusi dengan membuat pembayaran denda tilang praktis dan mudah serta tanpa proses pengadilan. Pelanggar mudah membayar, pengadilan tidak direpotkan dengan kasus tilang sehingga bisa lebih fokus pada kasus yang lebih penting, negara tambah pemasukan.

Makasih sudah berkunjung..

heri said...

Emang enak pake atm deh, daripada tunai langsung

Kenali dan Kunjungi Objek Wisata di Pandeglang said...

hmmmmmmmmmm..................

KangBoed said...

Sahabat mari kita gunakan momentum PUASA RAMADHAN ini untuk mempersatukan RASA.. membentuk satu keluarga besar dalam persaudaraan ber dasarkan CINTA DAMAI DAN KASIH SAYANG.. menghampiri DIA.. menjadikan ALLAH sebagai SANG MAHA RAJA dalam diri.. menata diri.. meraih Fitrah Diri dalam Jiwa Tenang.. menemukan Jati Diri Manusia untuk Mengembalikan Jati Diri Bangsa
Salam Cinta Damai dan Kasih Sayang ‘tuk Sahabat Sahabatku terchayaaaaaank
I Love U fullllllllllllllllllllllllllllll

Anonymous said...

bang
met malam yach
met puasa aza
salam hangat selalu

KangBoed said...

halllooo lama enda kelihatan

KangBoed said...

kemana aja ya juragan nyang atu ini

KangBoed said...

SAHABATKU RAIH FITRAH DIRI menjadi MANUSIA SEUTUHNYA UNTUK MENGEMBALIKAN JATI DIRI BANGSA
Salam Cinta Damai dan Kasih Sayang ‘tuk Sahabat Sahabatku terchayaaaaaank
I Love U fullllllllllllllllllllllllllllllll

wahyu said...

Mohon maaf KangBoed. Saya ndak sempet sowan dan bw ke sahabat nara blog. Bulan puasa ini kesibukan dunia nyata makin bertambah.

Salam cinta damai dan kasih sayang.
Salam sehat.

Anonymous said...

wah.. kaco nih templatenya kang, tapi artikelnya tetep manteb kok :P

Anonymous said...

(tiba-tiba ingat SIM saya udah kadaluarsa)

wahyu said...

wah.. segera di urus perpanjangan SIM-nya kang.
dan maaf, tidak pernah sowan. saya juga sudah jarang bw ke sobat lainnya. hehe..

Iklan Gratis said...

asik bener kl andaikan nantinya memang bisa bayar tilang melalui atm (online) .. lebih cepat ..
tapi sepertinya masih butuh waktu yang cukup lama untuk itu ..
comfort zone .. siapa yang mau keluar dari zona ini ? saya rasa tidak ada ...

Mengembalikan Jati Diri Bangsa