Tuesday, February 5, 2008

Review banjir 1 februari 2008

Musim hujan telah tiba. Musim panas juga telah tiba. Lho koq saya bisa bilang begitu?? Lha saat ini cuaca semakin aneh. Hari ini hujan, besok panas terik. Kemaren panas terik, lusa hujan. Hujan dan panas rupanya sudah semakin akur dan bisa berdampingan. Dan mereka sepertinya sayang sekali dengan rakyat indonesia khususnya Jakarta, sampai hampir setiap hari mereka datang ‘menjenguk’ bergantian.

Mungkin saudara-saudara, anda-anda yang tinggal di Jakarta dan sekitarnya masih ingat tentang banjir pada hari Jumat tanggal 1 Februari kemaren. Saat itu Jakarta tidak bisa menyalahkan Bogor. Karena memang banjir tidak disebabkan ‘kiriman’ dari kota seribu angkot itu, tetapi mutlak karena hujan yang terjadi satu hari penuh di wilayah Jakarta.

Hampir seluruh kota Jakarta ikut menikmati dan merasakan termasuk saya yang bekerja di daerah Jakarta Utara. Banjir betul-betul membuat sengsara dan menderita. Tapi namanya Indonesia, meski ditimpa bencana namun tetap saja masih bisa tertawa dan bahagia.

Saya melihat dipinggir-pinggir jalan orang-orang berjalan menerobos air setinggi lutut sampai pinggang dengan tubuh lusuh dan basah, para bikers dan drivers sibuk membongkar mesin kendaraannya yang mogok. Karyawan berebutan menaiki truk-truk bantuan dan perahu darurat. Lalulintas lumpuh sempurna, mereka hanya bisa pasrah menunggu sampai air surut dan lalulintas kembali normal. Meski harus berjam-jaaaam..

Dan normal disini tentu saja bukan lancar, tapi padat merayap. Di Jakarta setiap hari lalulintas penuh dan padat. Tersendat. Merayap. Sehingga inilah keadaan yang disebut normal. Justru apabila lalulintas lancar, jalanan tidak dipenuhi kendaraan, maka ini yang tidak normal, keadaan luar biasa. Hanya terjadi setahun sekali, saat lebaran idul fitri. Sepertinya di Indonesia, hal yang tidak normal menjadi normal, dan sesuatu yang normal justru menjadi tidak normal. Bingung?? Sama..!!

Namun saya melihat orang-orang itu tetap saja masih bisa tersenyum dan tertawa. Entah apa yang lucu. Mungkin mereka sudah lelah bersedih. Mereka sudah sangat terbiasa dengan penderitaan dan bencana, hingga bencana dan derita bukan lagi menjadi hal yang luar biasa dan patut di-sedih-kan. Seperti hal yang rutin dan kejadian sehari-hari. Atau mungkin mereka sedang mentertawakan diri sendiri. Yang bertahun-tahun dan berulang-ulang menjadi langganan banjir namun tidak juga (bisa) pindah mencari tempat yang aman karena sangat tergantung dengan Jakarta sebagai tempat untuk mencari sesuap nasi.

Entahlah..!! Toh saya sendiri masih tetap ada di sini dan tidak pindah-pindah meski sadar bahwa Jakarta sangat tidak nyaman.








No comments: