Dalam rangka hari Kartini, yang namanya luar biasa harum dan dielu-elukan oleh tidak hanya bangsa Indonesia sendiri, namun juga dikagumi oleh dunia international, saya berusaha mencari informasi tentang Kartini.
Terus terang saya sampai sekarang masih belum bisa melihat dimana letak keistimewaan Kartini selain dia putri bangsawan, fasih berbahasa Belanda, dan mempunyai hobi surat menyurat. Sampai-sampai kumpulan suratnya dijadikan buku dan menjadi salah satu karya yang menghebohkan dunia.
Memang ini salah saya, meskipun sudah mengenal Kartini sejak duduk di sekolah dasar, membaca riwayat hidupnya sebagai anak dari bupati Jepara yang menikah dengan bupati Rembang, dan meninggal dalam usia yang sangat muda, 25 tahun. Bahkan lebih muda dari saya. Namun saya tidak pernah tergelitik untuk mengetahui lebih jauh tentang ide pemikirannya yang disebut-sebut melampaui pemikiran orang-orang di zamannya.. Tidak pernah tergugah untuk mengetahui mengapa Kartini begitu fenomenal.. intinya.. saya tidak pernah mau peduli.
Akhirnya saya menyempatkan diri untuk mencari informasi tentang Kartini. Terutama tentang buku 'Habis Gelap Terbitlah Terang', yah minimal mengetahui apa sih yang dibicarakan buku tersebut.
Dan saya dapati satu tulisan yang meskipun masih sangat terbatas namun sudah bisa merubah dan membuat saya mengerti mengapa Kartini disebut sebagai gadis fenomenal pada masanya, dan menjadi Ibu emansipasi wanita Indonesia.
Salah satu surat Kartini yang ditujukan kepada sahabat penanya berbunyi:
"Mengenai agamaku Islam, Stella, aku harus menceritakan apa? Agama Islam melarang umatnya mendiskusikannya dengan umat agama lain. Lagi pula sebenarnya agamaku karena nenek moyangku Islam. Bagaimana aku dapat mencintai agamaku, kalau aku tidak mengerti, tidak boleh memahaminya? Al-Quran terlalu suci, tidak boleh diterjemahkan kedalam bahasa apa pun. Di sini tidak ada orang yang mengerti bahasa Arab. Di sini orang diajar membaca Al-Quran tetapi tidak mengerti apa yang dibacanya. Kupikir, pekerjaan orang gilakah, orang diajar membaca tapi tidak diajar makna yang dibacanya itu. Sama saja halnya seperti engkau mengajarkan aku buku bahasa Inggris, aku harus hafal kata demi kata, tetapi tidak satu patah kata pun yang kau jelaskan kepadaku apa artinya. Tidak jadi orang sholeh pun tidak apa-apa, asalkan jadi orang yang baik hati, bukankah begitu Stella?" [Surat Kartini kepada Stella, 6 November 1899]
"Dan waktu itu aku tidak mau lagi melakukan hal-hal yang tidak tahu apa perlunya dan apa manfaatnya. Aku tidak mau lagi membaca Al-Quran, belajar menghafal perumpamaan-perumpamaan dengan bahasa asing yang tidak aku mengerti artinya, dan jangan-jangan guru-guruku pun tidak mengerti artinya. Katakanlah kepadaku apa artinya, nanti aku akan mempelajari apa saja. Aku berdosa, kitab yang mulia itu terlalu suci sehingga kami tidak boleh mengerti apa artinya. [Surat Kartini kepada E.E. Abendanon, 15 Agustus 1902].
Meskipun saya sendiri seorang muslim, dan tulisan Kartini diatas terdengar minor, namun saya terus terang mengakui bahwa untuk ukuran seorang perempuan pada masa itu (bahkan ukuran zaman sekarang sekalipun) pendapat Kartini ini benar-benar sangat kritis dan sangat berani. Dan benar..
Suatu ketika, takdir membawa Kartini pada suatu pengajian di rumah Bupati Demak Pangeran Ario Hadiningrat yang juga adalah pamannya. Pengajian dibawakan oleh seorang ulama bernama Kyai Haji Mohammad Sholeh bin Umar(atau dikenal Kyai Sholeh Darat) tentang tafsir Al-Fatihah. Kartini tertarik sekali dengan materi yang disampaikan (ini dapat dipahami mengingat selama ini Kartini hanya membaca dan menghafal Quran tanpa tahu maknanya). Setelah pengajian, Kartini mendesak pamannya untuk menemaninya menemui Kyai Sholeh Darat. Berikut ini dialog-nya (ditulis oleh Nyonya Fadhila Sholeh, cucu Kyai Sholeh Darat).
"Kyai, perkenankanlah saya menanyakan, bagaimana hukumnya apabila seorang yang berilmu, namun menyembunyikan ilmunya?"
Tertegun Kyai Sholeh Darat mendengar pertanyaan Kartini yang diajukan secara diplomatis itu.
"Mengapa Raden Ajeng bertanya demikian?". Kyai Sholeh Darat balik bertanya, sambil berpikir kalau saja apa yang dimaksud oleh pertanyaan Kartini pernah terlintas dalam pikirannya.
"Kyai, selama hidupku baru kali inilah aku sempat mengerti makna dan arti surat pertama, dan induk Al-Quran yang isinya begitu indah menggetarkan sanubariku. Maka bukan buatan rasa syukur hati aku kepada Allah, namun aku heran tak habis-habisnya, mengapa selama ini para ulama kita melarang keras penerjemahan dan penafsiran Al-Quran dalam bahasa Jawa. Bukankah Al-Quran itu justru kitab pimpinan hidup bahagia dan sejahtera bagi manusia?"
Setelah pertemuan itu nampaknya Kyai Sholeh Darat tergugah hatinya. Beliau kemudian mulai menuliskan terjemah Quran ke dalam bahasa Jawa. Pada pernikahan Kartini , Kyai Sholeh Darat menghadiahkan kepadanya terjemahan Al-Quran (Faizhur Rohman Fit Tafsiril Quran), jilid pertama yang terdiri dari 13 juz, mulai dari surat Al-Fatihah sampai dengan surat Ibrahim. Mulailah Kartini mempelajari Islam dalam arti yang sesungguhnya. Tapi sayang, tidak lama setelah itu Kyai Sholeh Darat meninggal dunia, sehingga Al-Quran tersebut belum selesai diterjemahkan seluruhnya ke dalam bahasa Jawa.
Kartini menemukan dalam surat Al-Baqarah ayat 257 bahwa ALLAH-lah yang telah membimbing orang-orang beriman dari gelap kepada cahaya (Minazh-Zhulumaati ilan Nuur). Rupanya, Kartini terkesan dengan kata-kata Minazh-Zhulumaati ilan Nuur yang berarti dari gelap kepada cahaya karena Kartini merasakan sendiri proses perubahan dirinya, dari kegelisahan dan pemikiran tak-berketentuan kepada pemikiran hidayah (how amazing…).
Dalam surat-suratnya kemudian, Kartini banyak sekali mengulang-ulang kalimat "Dari Gelap Kepada Cahaya" ini. (Sayangnya, istilah "Dari Gelap Kepada Cahaya" yang dalam Bahasa Belanda adalah "Door Duisternis Tot Licht" menjadi kehilangan maknanya setelah diterjemahkan oleh Armijn Pane dengan istilah "Habis Gelap Terbitlah Terang").
Sumber artikel di atas saya perloleh dari sini.
Nb: Baru saja dapat komplain dari seorang kawan. Dia memberitahukan sebuah artikel yang isinya bisa dijadikan imbangan atas tulisan yang saya buat. Artikel tersebut mempertanyakan kenapa Kartini yang dimunculkan sebagai tokoh emansipasi wanita Indonesia sementara masih ada tokoh lain yang lebih mempunyai peran nyata dalam memajukan wanita dan rakyat Indonesia pada masa itu. Tidak seperti Kartini yang hanya berhenti pada ide-ide dan tulisan suratnya tanpa aksi nyata. Lebih jelasnya silahkan lihat di sini. (April 23, 2009)
Read more...