Thursday, June 16, 2011

Penyembelihan Sapi Metode Halal & Metode Barat

Australia menghentikan ekspor sapi ke Indonesia. Pangkal sebab musabab-nya karena beberapa Rumah Pemotongan Hewan (RPH) di Indonesia tidak memperhatikan standar kesejahteraan hewan dan cenderung menyiksa hewan sebelum dipotong. Ini terindikasi setelah menyebarnya video pemotongan sapi di RPH Indonesia.

Ada dua hal yang saat itu juga terlintas dalam benak saya.

Pertama. Saya langsung penasaran ingin melihat seperti apa penyiksaan hewan yang dimaksud. Sehingga pemerintah Ausy rela menghentikan ekspor sapi ke Indonesia yang nota bene merupakan tujuan utama ekspor daging mereka.

Maka, saya-pun segera bertanya ke pakde ‘youtube’. Tak sulit menemukan video yang menghebohkan para aktivis pencita hewan ini.

Dan setelah melihat sendiri, terlepas dari kebenaran isi video, saya pun merinding. Memang kejam dan tak berperikemanusiaan. Apalagi berperikehewanan. Saya tak bisa berbicara banyak. Silahkan anda lihat sendiri.



Ngeri bukan..?!

Barangkali tujuan para pejagal menyiksa terlebih dahulu adalah agar para ‘teman-teman’ sapi kita lemas tak berdaya sehingga memudahkan proses pemotongan. Cara yang berhasil. Tapi keblinger..!!

Lantas saya berpikir. Kalau begitu bagaimanakah cara memotong yang baik, yang sesedikit mungkin menimbulkan rasa sakit pada sapi. Yang berperikehewanan. Dan menghindarkan penyiksaan.

Cari mencari kesana sini. Saya justru menemukan satu artikel menarik. Yang membandingkan antara cara memotong hewan sesuai syariat islam, dengan cara memotong hewan yang dianjurkan dan biasa dilakukan di dunia barat.


Dua orang ilmuan dari Hanahover University,German, Prof. Schultz dan koleganya, Dr. Hazim, membuktikan melalui sebuah eksperimen untuk menjawab pertanyaan: manakah yang lebih manusiawi dan paling tidak sakit, penyembelihan secara Syari’at Islam, atau penyembelihan dengan cara Barat.

Penelitian menggunakan sekelompok sapi yang telah cukup umur (dewasa). Pada permukaan otak kecil sapi-sapi tersebut dipasang elektroda tertentu (microchip) yang disebut Electro-Encephalograph (EEG). EEG dipasang pada permukaan otak yang menyentuh titik (panel) rasa sakit di permukaan otak. Alat ini dipakai untuk merekam dan mencatat derajat rasa sakit sapi ketika disembelih. Pada jantung sapi-sapi tersebut juga dipasang Electro-Cardiograph (ECG) untuk merekam aktivitas jantung saat darah keluar.

Untuk menekan kesalahan, sapi dibiarkan beradaptasi dengan EEG dan ECG (yang telah terpasang) beberapa minggu. Setelah masa adaptasi dianggap cukup, separuh sapi disembelih secara Syari’at Islam dan separuh sisanya disembelih secara metode Barat. Selama penyembelihan, terus dilakukan monitoring terhadap rekaman data EEG dan ECG.

Sebelumnya perlu dijelaskan, barangkali ada beberapa yang belum jelas tentang bagaimanakah metode penyembelihan secara islami.

Syari’at Islam menuntunkan penyembelihan dilakukan dengan menggunakan pisau yang sangat tajam dengan memotong 3 saluran pada leher bagian depan (saluran makanan, saluran nafas, serta 2 saluran pembuluh darah, yaitu : arteri karotis dan vena jugularis). Syari’at Islam tidak merekomendasikan pemingsanan. Sebaliknya, Metode Barat mengajarkan ternak dipingsankan dahulu sebelum disembelih. Yang biasa digunakan adalah Captive Bolt Pistol. Pistol dengan peluru tumpul yang ditembakkan di kepala hewan menyebabkan hewan tidak sadarkan diri.

Hasil penelitian Prof. Schultz dan Dr. Hazim di Hanover University Jerman adalah sebagai berikut :


A. Penyembelihan menurut tuntunan Syari’at Islam


1. Pada 3 detik pertama setelah disembelih (dan ketiga saluran pada leher sapi bagian depan terputus), tercatat tidak ada perubahan pada grafik EEG. Hal ini berarti bahwa pada 3 detik pertama setelah disembelih tidak ada indikasi rasa sakit.

2. Pada 3 detik berikutnya, EEG pada otak kecil merekam adanya penurunan grafik secara gradual (bertahap) yang sangat mirip dengan kejadian deep sleep (tidur nyenyak) hingga sapi-sapi tersebut benar-benar kehilangan kesadaran. Pada saat tersebut, tercatat pula oleh ECG bahwa jantung mulai meningkat aktivitasnya.

3. Setelah 6 detik pertama tersebut, ECG pada jantung merekam adanya aktivitas luar biasa dari jantung untuk menarik sebanyak mungkin darah dari seluruh anggota tubuh dan memompanya keluar. Hal ini merupakan refleks gerakan koordinasi antara jantung dan sumsum tulang belakang (spinal cord). Subhaanallah, pada saat darah keluar melalui ketiga saluran yang terputus di bagian leher tersebut, grafik EEG tidak naik, tapi justeru drop sampai ke zero – level (angka nol). Diterjemahkan oleh kedua ahli tersebut bahwa, “No feeling of pain at all!” (tidak ada rasa sakit sama sekali!) Allaahu Akbar! Walillaahil hamdu!

4. Oleh karena darah tertarik dan terpompa oleh jantung keluar tubuh secara maksimal, maka dihasilkan healthy meat (daging yang sehat) yang layak dikonsumsi oleh manusia. Jenis daging semacam ini sangat sesuai dengan prinsip Good Manufacturing Practice (GMP) yang menghasilkan Healthy Food.



B. Penyembelihan ala Barat (Western Method)


Penyembelihan ala barat ini didahului dengan pemingsanan hewan. Segera setelah dilakukan proses stunning (pemingsanan), sapi terhuyung jatuh dan collaps. Setelah itu, sapi tidak bergerak-gerak lagi sehingga mudah dikendalikan. Oleh karena itu, sapi dapat dengan mudah disembelih, tanpa meronta-ronta, dan (nampaknya) tanpa rasa sakit. Pada saat disembelih, darah yang keluar hanya sedikit (tidak sebanyak bila disembelih tanpa proses stunning).

Rekaman EEG dan ECG menunjukkan:

1. Segera setelah proses pemingsanan, tercatat adanya kenaikan yang sangat nyata pada grafik EEG. Hal tersebut mengindikasikan adanya tekanan rasa sakit yang diderita oleh ternak (pada saat kepalanya dipukul).

2. Grafik EEG meningkat sangat tajam dengan kombinasi grafik ECG yang drop ke batas paling bawah. Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan rasa sakit yang luar biasa sehingga jantung berhenti berdetak lebih awal. Akibatnya, jantung kehilangan kemampuannya untuk menarik darah dari seluruh organ tubuh serta tidak lagi mampu memompanya keluar dari tubuh.

3. Oleh karena darah tidak tertarik dan tidak terpompa keluar tubuh secara maksimal, maka dihasilkan unhealthy meat (daging yang tidak sehat), sehingga tidak layak dikonsumsi oleh manusia. Disebutkan dalam khasanah ilmu dan teknologi daging (dipelajari di Fak. Peternakan UGM), bahwa timbunan darah (yang tidak sempat keluar pada saat ternak mati/ disembelih) merupakan tempat yang sangat ideal bagi tumbuh kembangnya bakteri pembusuk yang merupakan agen utama perusak kualitas daging.

Bukan mainn…

Hasil penelitian Prof. Schultz dan Dr. Hazim berhasil membuktikan penyembelihan dengan metode halal ternyata lebih ‘hewani’ dan menghasilkan kualitas daging yang baik jika dibanding penyembelihan yang biasa dilakukan di dunia barat.

Kedua. Ternyata sudah sedemikian jauh kita tertinggal dengan Australia. Tertinggal dari sisi kesejahteraan dan pola pikir masyarakatnya.

Kenapa saya katakan demikian..?

Coba cermati. Demi kesejahteraan hewan, mereka rela menghentikan ekspor sapinya ke Indonesia. Perlu diketahui bahwa Indonesia adalah tujuan ekspor terbesar mereka. Sekitar 80% tujuan ekspor daging sapi Ausy adalah ke Indonesia.

Artinya dengan menghentikan ekspor ke Indonesia, mereka berpotensi kehilangan sumber pendapatan devisa yang potensial. Dengan kata lain, mereka rela kehilangan uang demi kesejahteraan para sapi. Ekonomi dikalahkan demi kepentingan hewan. Bukan main..

Sementara Indonesia. Jangankan kepentingan dan kesejahteraan hewan. Bahkan kepentingan manusia lain dilempar jauh ke belakang kalau sudah menyangkut ekonomi. Kalau sudah menyangkut uang, yang dipikirnya hanya kesejahteraan pribadi.

Orang lain.. siapa mereka..?
Apalagi hewan.. Ke laut saja..!!

Inilah..
Kenapa saya katakan sudah sedemikian jauh kita tertinggal dengan Australia. Tertinggal dari sisi kesejahteraan. Akibatnya, perbedaan tingkat kesejahteraan mengakibatkan perbedaan pola pikir. Bukan maiin..!!

Oh ya. Hal lain lagi.

Banyak kebiasan kita, dan juga negara lain. Apabila telah disembelih, tetapi sapi tidak segera mati, maka sang pejagal akan menusuk jantungnya.

Sering kita melihat bahwa setelah disembelih, banyak sapi yang tidak segera mati. Seringkali pula kita merasa kasihan, sehingga muncul ide di benak kita untuk menusuk jantungnya. Sikap ini umumnya berawal dari kekhawatiran kita kalau-kalau sapi terlalu lama menahan sakit.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Blackmore (1984), Daly et al. (1988), Blackman et al. (1985), dan Anil et al. (1995) di 4 negara yang berbeda membuktikan bahwa setelah disembelih, sapi memerlukan waktu lebih lama untuk benar-benar mati. Hal ini diduga disebabkan oleh ukuran tubuh sapi yang lebih besar dibandingkan kambing, domba, rusa, ayam, dll. Untuk itu, sebaiknya kita menunda hingga sapi benar-benar mati dan tidak perlu menusuk jantungnya. Bila kita menusuk jantungnya, maka jantung akan sobek dan kehilangan fungsinya untuk memompa darah, sehingga darah tidak dapat maksimal terpompa keluar tubuh.


Source:
www.sciencedirect.com/science/
http://sgharjono.wordpress.com/2011/05/14/daging-halal-dan-toyiban-seperti-apa-caranya/
http://koranmuslim.com/2011/penyembelihan-hewan-sesuai-islam-tidak-menyakiti-hewan/

Read more...