Tuesday, February 24, 2009

Para Ahli Kubur dari Jombang

Berikut adalah tulisan Cak Nun yang saya kutip dari tempointeraktif.com



Tulisan ini saya bikin dengan asumsi dasar bahwa para pembaca percaya ada Allah dengan kekuasaan-Nya. Di salah satu tayangan televisi, muncul seorang kiai dengan nasihat sangat bijak, kurang-lebih begini: "Jangan minta kepada Ponari, Ponari itu makhluk. Jangan minta kepada batu, batu itu makhluk. Jangan berlaku syirik sehingga menjadi manusia musyrik. Mintalah Khaliq, Allah Swt...."Sangat pendek tapi cespleng. Media massa sangat mengerti kecerdasan masyarakat, sehingga cukup pendek saja. Setiap yang mendengarkan fatwa itu meneruskan sendiri dalam hati dengan logikanya: "Jangan minta kesembuhan kepada dokter, dokter itu makhluk. Jangan minta kepada pil dan obat-obatan, pil dan obat-obatan itu makhluk. Jangan berlaku syirik, sehingga menjadi manusia musyrik."

Ya Allah ya Rabbi ya Karim, wahai saudara-saudaraku sebangsa dan setanah air. Kalau Nabi Musa pegang tongkat, bersama pasukannya dikejar tentara Firaun, mendapat perintah dari Allah, "Pukulkan tongkatmu ke air laut!" Lantas laut terbelah, pasukan memasuki belahannya, kemudian Firaun dan tentaranya mengejar ke belahan itu, namun tenggelam karena air menutup kembali, mohon dengan sangat jangan simpulkan bahwa yang dipegang Musa itu "tongkat sakti", sehingga Nabi Musa juga "Maha Dukun" yang sakti.

Mohon dengan sangat, jangan rumuskan bahwa tongkat Nabi Musa mampu membelah laut, mampu menerbitkan mata air dari batu kering, meskipun insya Allah bisa bikin pecah kepala kita. Apalagi lantas dengan metodologi ilmiah tertentu, para pakar meneliti tongkat itu mengandung zat dan energi apa sehingga air samudra terbelah olehnya. Kalau besok paginya Anda minta kepada Nabi Musa untuk membelah air laut lagi, percayalah air laut tak akan terbelah. Sebab, yang membuat laut terbelah bukanlah Musa atau tongkatnya, melainkan perintah atau perkenan Allah.

Lha Allah ini pemegang saham dan the only resources dari seluruh "alam semesta ini dengan segala ketentuan hukum dan perilakunya”. Hak absolut Allah untuk menyuruh orang membelah laut dengan tongkat atau dengan meludahinya. Kalau Musa pukulkan tongkat lagi ke laut tanpa perintah-Nya, dijamin tak terjadi apa-apa. Atau besoknya Tuhan suruh Musa "Berteriaklah keras-keras!", lantas tiba-tiba laut terbelah lagi ditambah gunung ambruk dan air sungai membalik arah arus airnya, itu sepenuhnya terserah-serah Tuhan.

Makhluk, juga dokter atau dukun, batasnya adalah mengobati atau menjadi sarana proses menuju kesembuhan. Tapi pengambil keputusan untuk sembuh atau hak dan kuasa untuk menyembuhkan ada pada Allah. Terserah Dia juga mau bikin sembuh orang sakit pakai cara bagaimana dan alat apa. Bisa tongkat, bisa batu, bisa air, bisa karena ditempeleng, bisa dengan apa pun saja semau-mau Tuhan. Yang diperintah oleh Tuhan untuk menjadi sarana penyembuhan terserah Dia juga. Mau kiai, pendeta, pastor, rabi, tukang sol sepatu, Ponijo, Rasul, Nabi, Markesot, atau siapa pun dan apa pun saja. Kalau Anda dan saya tidak setuju, Tuhan "tidak patheken" juga. Dia Maha Pemilik Saham segala sesuatu dalam kehidupan, Dia berhak ambil keputusan apa saja.

Kalau seorang suami pergi lama tugas ke kota yang jauh, sehingga bawa celana dalam istrinya, mohon jangan simpulkan bahwa dia penggemar celana dalam, kemudian Anda coba rebut celana dalam itu untuk Anda selidiki, bahwa dia mengandung zat-zat dan bebauan apa, sehingga seorang tokoh besar membawa-bawanya ke mana pun pergi. Kalau pas di kamar hotel sendirian suami itu mencium-ciumi celana dalam, mohon jangan dikonklusikan bahwa ternyata ia punya penyakit jiwa dan harus dibawa ke psikiater. Ya Allah ya Rabbi ya Karim, yang diciumi oleh suami itu bukan celana dalam, melainkan cintanya kepada sang istri dan komitmen kesetiaan di antara mereka.

Wahai saudara-saudaraku sebangsa dan setanah air, kalau saudara-saudaramu naik haji dan berebut mencium Hajar Aswad, itu bukan karena mereka stone-mania atau ngefans sama batu. Mereka sedang meneguhkan kesadaran bahwa mereka sangat butuh Allah dalam hidupnya, maka mereka mengukuhkan cinta kepada makhluk yang paling dicintai Allah, yakni Rasulullah Muhammad Saw. Dan karena dulu Muhammad juga mencium batu hitam itu, padahal jelas beliau tidak punya hobi makan batu, maka mereka menyatakan di hadapan Allah cinta mereka kepada Muhammad. Mudah-mudahan dengan itu mereka kecipratan cinta Allah kepada Muhammad, sehingga Allah memperlakukannya sebagai bagian dari yang paling Ia cintai.

Kabarnya Nabi Musa ketika memimpin pasukan kejaran Firaun itu mendadak sakit perut di tengah lari-lari. Musa mengeluh kepada Allah, dan Allah memerintahkan agar Musa naik bukit ambil daun dari sebatang pohon untuk menyembuhkan sakit perutnya. Musa naik dan, sebelum menyentuh daun, perutnya sudah sembuh. Tolong jangan ambil konklusi "Itu daun mujarab banget, belum disentuh, perut udah sembuh". Musa balik ke pasukannya, mendadak sakit perut lagi. Ia langsung naik ke bukit, tapi sesudah makan sekian lembar daun perutnya tak sembuh-sembuh juga. Musa protes kepada Allah. Dalam logika saya, Allah menjawab dengan penuh kegelian: "Hei, Sa. Emang siapa yang bilang bahwa daun bisa menyembuhkan perutmu? Meskipun daun itu mengandung unsur-unsur yang secara ilmiah memang rasional bisa menyembuhkan perutmu, Aku bisa bikin tetap tidak menyembuhkan. Tadi waktu sakit perut yang pertama kau mengeluh kepadaku, tapi pada yang kedua kau tak mengeluh dan langsung saja lari ke bukit ambil daun. Karena kamu salah cara berpikirmu. Salah pandangan ilmu dan cintamu kepada segala sesuatu. Kamu salah peradaban. Kamu pikir daun bisa menyembuhkan. Itu tergantung mau-Ku. Aku menyembuhkanmu bisa pakai daun, air putih, batu, lewat Gaza, Tursina, Jombang, atau mana pun semau-mau-Ku. ... Berapa lama sebuah anugerah Kuberikan, itu rahasia-Ku, bisa sesaat, sebulan, setahun, terserah Aku."

"Datanglah ke dokter, minta obat, sebagaimana ratusan juta orang telah melakukannya. Datanglah ke kiai, bawa air putih. Atau datanglah ke mana pun kepada siapa pun. Asalkan kau tak posisikan mereka semua pada maqam-Ku. Engkau berlaku musyrik atau tidak, terletak tidak pada pil dan dokternya, tongkat dan Musa, air dan kiai, atau batu dan siapa pun yang kutitipi batu sejenak. Letak syirik ialah pada pola pandangmu, pada cara berpikirmu. Jangan percaya kepada Ponari, Dukun, Ponari atau Kiai, tapi hormatilah mereka, karena siapa tahu mereka adalah hamba-hamba- Ku yang Kutitipi sarana untuk kesembuhanmu. Minumlah pil dokter dan air batu Ponari dengan kesadaran memohon kepada-Ku... ."

Tiba-tiba aku dibentak oleh sebuah suara: "Ngurusi Ponari aja nggak becus! Mau sok-sok berlagak mengurusi NKRI!" Terperangah aku. Terpaksa kupotong di sini tulisanku ini, sebab aslinya panjang sekali. Kucari siapa berani-berani membentakku. Tak ada siapa-siapa. Tapi malam di Kendari menjelang aku tidur kelelahan usai bersalaman dengan ribuan undangan pengantin anakku, bentakan itu datang lagi: "He! Perhatikan itu para ahli kubur dari Jombang!" Ahli kubur? Aku tak ngerti.

"Kemarin pandangan-pandangan dan anggapan-anggapan dalam hidupmu dikubur habis oleh mutilasi-mutilasi dari tangan seorang yang tersisih secara sosial, yang menderita secara kejiwaan, yang terasing secara politik dan sejarah. Sekarang kalian sedang dikubur oleh sebongkah batu yang nenek itu menyebutnya Watu Gludug, yang dititipkan beberapa waktu kepada anak SLB yang kesepian dan menderita tatkala dipindahkan ke SD. Pelajarilah hari-hari besok dengan meluangkan waktu memperhatikan siapa saja dari tempat itu yang tingkat ketersisihan dan keteraniayaannya lebih dahsyat...." Mendadak ada suara lain yang membungkam suara itu: "Husysy! Shut up!" *

Read more...

Saturday, February 21, 2009

Identifikasi signal kromatogram HPLC


Prinsip dasar dari HPLC, dan semua metode kromatografi adalah memisahkan setiap komponen dalam sample untuk selanjutnya diidentifikasi (kualitatif) dan dihitung berapa konsentrasi dari masing-masing komponen tersebut (kuantitatif). Sebetulnya hanya ada dua hal utama yang menjadi krusial point dalam metode HPLC. Yang pertama adalah proses separasi/pemisahan dan yang kedua adalah proses identifikasi. Dua hal ini mejadi faktor yang sangat penting dalam keberhasilan proses analisa.

Yang berperan dalam proses separasi pada system HPLC adalah kolom. Ada kolom yang digunakan untuk beberapa jenis analisa, misalnya kolom C18 yang dapat digunakan untuk analisa carotenoid, protein, lovastatin, dan sebagainya. Namun ada juga kolom yang khusus dibuat untuk tujuan analisa tertentu, seperti kolom Zorbax carbohydrat (Agilent) yang khusus digunakan untuk analisa karbohidrat (mono-, di-, polysakarida). Keberhasilan proses separasi sangat dipengaruhi oleh pemilihan jenis kolom dan juga fasa mobil.

Setelah komponen dalam sample berhasil dipisahkan, tahap selanjutnya adalah proses identifikasi. Hasil analisa HPLC diperoleh dalam bentuk signal kromatogram. Dalam kromatogram akan terdapat peak-peak yang menggambarkan banyaknya jenis komponen dalam sample.

Sample yang mengandung banyak komponen didalamnya akan mempunyai kromatogram dengan banyak peak. Bahkan tak jarang antar peak saling bertumpuk (overlap). Hal ini akan menyulitkan dalam identifikasi dan perhitungan konsentrasi. Oleh karena itu biasanya untuk sample jenis ini dilakukan tahapan preparasi sample yang lebih rumit agar sample yang siap diinjeksikan ke HPLC sudah cukup bersih dari impuritis. Sample farmasi biasanya jauh lebih mudah karena sedikit mengandung komponen selain zat aktif. Sample ini umumnya hanya melalui proses pelarutan saja.

Contoh kromatogram dengan banyak peak

Kesulitan biasanya dihadapi ketika akan mengidentifikasi suatu kromatogram yang terdiri atas banyak peak. Untuk mengetahui peak mana yang merupakan milik analat (zat target analisa) kromatogram dibandingkan dengan kromatogram standard. Nah disinilah kadang analis sedikit ceroboh. Cara yang paling umum untuk mengidentifikasi adalah dengan melihat Retention time (RT). Peak yang mempunyai RT yang sama dengan standard umumnya akan langsung di vonis sebagai peak milik analat. Memang senyawa/zat yang sama akan mempunyai RT yang juga sama, dengan catatan sample dan standard dijalankan dengan kondisi dan sistem HPLC yang sama. Namun bukan berarti RT yang sama pasti merupakan zat/senyawa yang sama. Disinilah para analis biasanya terkecoh.

Saya pernah mengalami hal ini. Ketika bermaksud ingin melihat kandungan Lovastatin dalam suatu sample hasil fermentasi dari Monascus, sejenis fungi, Kromatogram yang saya peroleh mengandung banyak peak yang membuat saya kesulitan untuk menentukan yang manakah dari peak-peak tersebut yang merupakan peak milik Lovastatin. Setelah jalan standard Lovastatin, saya temukan satu peak pada sample yang memilki RT yang sama dengan peak pada Standard. Awalnya saya mengira bila peak tersebut adalah peak Lovastatin, sehingga dari sini saya menyimpulkan bahwa sample yang saya analisa betul mengandung Lovastatin. Namun setelah saya bandingkan spektrum 3D untuk kedua peak, ternyata keduanya memilki spektrum 3D yang berbeda. Sehingga meskipun peak tersebut keluar pada RT yang sama dengan standard Lovastatin, namun itu bukanlah Lovastatin karena spektrum 3D berbeda dengan spektrum Lovastatin.

Jadi, melihat RT sebetulnya belumlah cukup untuk mengidentifikasi suatu zat. Hal lain yang perlu dilihat adalah spektrum 3D dari signal kromatogram. Zat yang sama akan mempunyai spektrum 3D yang juga sama. Sehingga jika spektrum 3D antara dua zat berbeda, maka kedua zat tersebut juga dipastikan adalah zat yang berlainan, meskipun memiliki RT yang sama.

Lantas bagaimana bila sistem HLC yang digunakan tidak dapat memunculkan spektrum 3D?
Spektrum 3D hanya dapat ditampilkan oleh HPLC yang telah menggunakan DAD (Diode Array Detector) sebagai detektor. Sedangkan HPLC yang masih menggunakan detektor UV tidak dapat melihat spektrum 3D. Namun, konfirmasi masih dapat dilakukan dengan melihat spektrum UV. Prinsipnya sama. Jika spektrum UV kedunya sama, maka keduanya adalah zat yang sama. Tapi jika spektrum UV sample berbeda dengan standard, maka keduanya zat yang berbeda sekalipun memiliki RT yang sama.

Read more...