Wednesday, February 27, 2008

Hidup tanpa makanan

Pernahkah anda melihat orang yang kelaparan, atau bahkan melihat orang yang mati kelaparan?? Tubuh yang kurus, dengan tulang iga yang keluar menonjol tergambar jelas pada lapisan tipis kulit yang membalutnya. Saya sering melihat fenomena ini melalui acara televisi tentang pemberitaan orang-orang yang tinggal di benua afrika pada sekitar tahun 90-an.

Lalu berapa lamakah seseorang dapat bertahan hidup tanpa asupan makanan?

Pertanyaan tentang berapa lama seseorang dapat bertahan hidup tanpa ketersediaan makanan sangat tergantung dari banyak faktor. Tekad dan kemauan merupakan salah satu faktor yang tidak bisa diabaikan. Aksi mogok makan para aktivis demonstrasi dan puasa-nya para pemimpin religius telah diketahui dapat bertahan selama beberapa minggu tanpa makanan. Gandhi berpuasa selama 21 hari pada umur 70 tahun. Orang-orang yang tersesat di hutan juga dapat bertahan dalam waktu yang cukup lama tanpa adanya makanan.

Secara medis, sebagian dokter setuju bahwa orang yang sehat dapat bertahan lebih dari 8 minggu tanpa makanan asalkan mereka tetap mendapatkan air. Seseorang dapat bertahan dalam waktu lama dan baik-baik saja tanpa makanan, sebaliknya, seseorang juga dapat kelaparan hingga tewas dalam waktu yang relatif lebih singkat. Sehat dan mempunyai bentuk fisik yang baik dapat membantu bertahan lebih lama.

Tubuh menyimpan energi yang dibutuhkan dalam bentuk lemak, karbohidrate, dan protein. Karbohidrat yang pertama kali akan digunakan sebagai sumber energi jika tidak ada makanan, kemudian lemak. Jika sampai pada titik dimana tubuh telah menggunakan protein, yang pada dasarnya adalah tubuh itu sendiri, maka tubuh akan menjadi kurus dan menyusut. Karena semua yang ada telah dipakai demi menghasilkan energi. Tanpa asupan makanan, maka tubuh itu sendiripun di ‘makan’ hingga hanya tulang dan kulit yang tersisa.

Metabolisme juga ikut berperan. Metabolisme merupakan proses merubah makanan menjadi energi. Jika metabolisme lambat, makanan yang masuk akan lambat di’ ‘bakar’ dan akan bertahan lebih lama. Tanpa makanan, metabolisme akan menyesuaikan dan memperlambat proses dengan sendirinya. Intinya tubuh akan berusaha untuk mempertahankan dan melindungi diri sedapat mungkin.

Cuaca juga termasuk faktor yang turut berpengaruh. Kabar buruknya adalah baik cuaca dingin dan panas, keduanya tidaklah baik dan akan memperburuk keadaan. Panas akan mempercepat proses dehidrasi, dan dingin berarti semakin banyak energi dibakar untuk menjaga temperatur tubuh tetap normal pada 37 ÂșC. Kabar baiknya adalah panas dan dingin yang ekstrem akan membunuh lebih dulu sebelum sampai pada tahap kelaparan. Jika cukup beruntung berada pada cuaca yang baik, anda akan mampu bertahan sedikit lebih lama.

Beberapa gejala yang akan dialami jika beberapa hari tidak mendapatkan makanan adalah:

  • · Lemas
  • · Pusing
  • · Diare kronis
  • · Irritasi
  • · Tidak bisa membuat keputusan yang baik
  • · Hasrat sex menurun
  • · Defisiensi imunitas

Kelaparan yang terus berlanjut akan membuat organ mati satu persatu. Orang yang sekarat karena kelaparan mungkin mengalami hal-hal berikut:

  • · Halusinasi
  • · Kejang
  • · Keram otot
  • · Detak jantung tak beraturan

Pada kasus orang sakit yang sudah tidak mampu untuk makan dan minum, yang bertahan hidup hanya dari bantuan alat, yang makanan dan minuman langsung dimasukkan kedalam tubuh melalui infus. Maka jika alat penopang hidupnya di cabut, diperkirakan pasien tersebut mampu bertahan hidup antara 10 sampai 14 hari. Namun jika pasien mengalami dehidrasi atau overhidrasi saat alat dicabut, waktu diperkirakan berbeda beberapa hari.

Kasus yang terkenal adalah yang dialami seorang pasien bernama Terry Schiavo pada awal tahun 2005. Karena sudah tidak mampu apa-apa lagi dan hanya bertahan hidup dari bantuan alat, maka dokter dan keluarga memutuskan untuk mencopot alat penopang hidupnya. Setelah beberapa kali mengalami pencabutan dan pemasangan alat karena perdebatan untuk mempertahankannya tetap hidup, akhirnya dia meninggal dua minggu setelah pencabutan alat dilakukan.

Namun ada juga kasus luar biasa yang terjadi seperti pada kasus seorang pendaki asal Jepang yang mampu bertahan 24 hari tanpa makanan dan minuman pada cuaca dingin. Ini terjadi pada bulan Oktober 2006. Menurutnya dia terjatuh dan hilang kesadaran setelah meninggalkan teman sesama pendakinya. Yang diingatnya hanya saat itu dia berbaring di tanah lapang dan tertidur, dan dibangunkan oelh tim penyelamat lebih dari tiga minggu kemudian. Suhu tubuhnya saat dia ditemukan adalah 71 derajat fahrenheit, lebih dari 27 derajat dibawah normal. Nadinya hampir tidak berdetak dan organ-organnya berhenti/mati. Para dokter percaya dia mungkin jatuh pada keadaan hibernasi, mematikan fungsi otaknya dan membuatnya mampu bertahan hidup tanpa makanan dan minuman (source: BBC)


sumber: www.howstuffworks.com ; dan lainnya.

Read more...

Thursday, February 21, 2008

'Special edition' democracy in Indonesia

A colleague, needed to go to the airport very early in the morning, took the airport bus.
The bus was not full, but enough people to fill the seats. Still waiting for its schedule to leave, the bus stood idle, while some more passengers were trickling in.

It was really quiet. Still very early in the morning, the passengers probably did not get enough sleep to be able to catch the bus, and all they wanted to do was to be left alone in peace until they get to the airport.

And then two men got on the bus. They pretty much broke the silence by talking loudly to each other while going to their seat.
And they kept talking and talking and talking. Very loudly.

The bus finally started moving.

The folks at the back were still talking. Even louder now, competing with the sound of the bus engine ramming away.
Some passengers got very irritated they looked back to express their displeasure. But the two noisy folks -- either did not understand the civilized sign of 'shut up', or simply being ignorant -- kept on talking.

Interestingly enough, nobody would want to stand up and tell the noisy folks to shut up. Nobody. People just looked at each other, shaking their heads, looked back to show they were annoyed, but nobody stood up to speak their mind.

It's interesting to see how much we, the people, were willing to tolerate.

It's probably because we all just want to be left alone.
I don't bother you, you don't bother me, we all get to the airport, end of story.
We don't want any problems. Life is hard enough already, why add more.

Of course if we think of the bus as a democracy, the passengers could find a candidate among themselves: someone who they think can represent them and is best in handling the situation. That individual would then, on behalf of all passengers, stand up and give the noisy folks some perspective: 'Excuse me, but we all want you two to keep it down a bit...'

The two noisy folks would (hopefully) understand the message. And understand that the message -- although came from one individual -- reflected the will of all other passengers. They would turn their volume down, and everybody got their peace. Long live democracy.

But just like our country's democracy, the bus' democracy could also bring undesirable results:

Here's how:

The passengers elected a representative, the representative went to the back of the bus to tell the noisy folks to shut up. But instead of delivering the message, that person ended up joining in the conversation with the two folks and just as loud...
Now the passengers are stuck with three loud people instead of two !

Or this could also happen:

The passengers looked for a representative, but nobody wanted to risk it. No candidate.
In the end, the only people who were willing to be elected are the two noisy folks at the back !

Read more...

Wednesday, February 20, 2008

Negeri bencana alam..

Tahun 2008 bisa di sebut sebagai tahun bencana alam bagi Indonesia. Pada tahun ini bencana alam sedang menjadi tren. Gempa bumi 7,3 skala richter di Sinabang Aceh pada Rabu kemaren merupakan bencana alam. Penutupan bandara international Soekarno-Hatta, yang disebabkan oleh banjir yang menutup jalan akses menuju dan ke- bandara, disebut sebagai bencana alam. Lalu lumpur Sidoarjo juga dinyatakan sebagai bencana alam oleh tim bentukan DPR (TP2LS) yang memicu kemarahan para korban lumpur.

Apesnya pemadaman aliran listrik bergilir di Jawa, lagi-lagi berujung pada istilah ‘bencana alam’. PLN menuding cuaca buruk sebagai biang keroknya. Cuaca buruk menyebabkan pasokan bahan bakar pada sejumlah pembangkit listrik tidak lancar sehingga terjadilah keadaan darurat listrik.

Saya melihat pemerintah seakan ingin melepas tanggung jawab dengan menyalahkan bencana alam. Ketidakmampuan pemerintah dalam menyelesaikan masalah, tentang ketahanan dan suply chain seolah terabaikan jika suatu kesalahan manusia disangsikan sebagai bencana alam.

Tol terendam banjir, bencana alam. Lupur sidoarjo, bencana alam. Mati listrik, bencana alam. SDM yang tidak berkualitas-pun disamakan dengan bencana alam. Jangan-jangan nanti kasus banyaknya korupsi disebut sebagai bencana alam, sehingga maklum untuk dimaafkan.

Mungkin tidak salah juga bila negara kita disebut sebagai negara bencana alam..

Cappek deehh....


sumber: www.detik.com

Read more...

Tuesday, February 19, 2008

Tentang pewarna rambut

Saat ini pewarna rambut sangat populer. Tidak hanya wanita, kaum pria-pun telah memiliki kecenderungan yang meningkat dalam penggunaan bahan pewarna ini. Pewarna rambut yang aman pertama kali di-komersilkan pada tahun 1909 oleh seorang kimiawan asal Prancis, Eugene Schuller, dengan menggunakan bahan kimia paraphenylenediamine.

Proses pewarnarnaan pada rambut sebetulnya terjadi karena adanya reaksi kimia antara molekul rambut dengan zat pewarna rambut. Reaksi pada umumnya merupakan reaksi oksidasi.

Rambut pada dasarnya adalah keratin, yaitu sejenis protein yang juga sama ditemukan pada kulit dan kuku. Warna alami pada rambut bergantung pada perbandingan dan jumlah dari 2 jenis protein yang terkandung di dalamnya. Dua jenis protein tersebut bernama Eumelanin dan Phaeomelanin. Eumelanin adalah zat yang berperan pada pewarnaan rambut coklat ke corak hitam sedangkan Phaeomelanin berperan pada pewarnaan rambut keemasan, pirang, dan merah. Ketidakikutsertaan salah satu dari melanin tersebut akan mengakibatkan warna putih atau abu-abu pada rambut.

Manusia telah mewarnai rambut mereka sejak ribuan tahun yang lalu dengan menggunakan tumbuhan dan mineral alami, contohnya Inai, kerak biji kacang kenari, dan cuka (vinegar).

Pigmen alami pada umumnya bekerja degan cara menyelaput tangkai rambut dengan warna. Beberapa pewarna alami digunakan dengan cara yang sama seperti shampoo namun tidak membutuhkan waktu yang lama dan kepekatan yang tinggi seperti pada formula sintetis modern. Permasalahannya adalah sulit untuk mendapatkan hasil yang sama persis jika menggunakan bahan alami, ditambah lagi karakteristik beberapa orang yang alergi terhadap ramuan tradisional.

Sedangkan pewarna sintetis bekerja berdasarkan proses oksidasi. Dalam beberapa kasus, pigmen warna buatan masuk kedalam tangkai rambut dan membentuk kompleks yang lebih besar di dalam tangkai-nya. Pewarna sintetis biasanya bersifat sementara. Hal ini terjadi karena pewarna rambut tidak banyak mengandung ammonia yang menyebabkan tangkai rambut bagian atas tidak terbuka selama proses pewarnaan rambut, sehingga sebenarnya pewarna rambut yang alami lebih mampu menahan produk pencuci atau shampoo jauh lebih baik.

Bahan pemutih biasa digunakan untuk memberikan kesan bercahaya pada rambut. Reaksi pemutih dengan melanin di dalam rambut merupakan reaksi yang bersifat irreversible. Zat pemutih mengoksidasi molekul melanin. Namun, melanin masih tetap dapat ditemukan dalam bentuk hasil oksidasi yang telah berganti warna. Walau telah dioksidasi, warna rambut cenderung bercahaya dengan warna kuning muda, karena warna kuning merupakan warna alami dari zat keratin yaitu struktur protein yang terdapat pada rambut. Selain itu juga pemutih lebih mudah bereaksi dengan pigmen Eumelanin yang pekat dan Phaeomelamin, sehingga beberapa hasil sisa warna yaitu warna keemasan atau merah yang dapat terlihat kembali setelah pencahayaan. Salah satu zat yang digunakan sebagai kesan bercahaya adalah hydrogen peroksida .

Pewarna rambut juga dapat bersifat permanen. Bagian luar lapisan dari tangkai rambut di sebut cuticle. Bagian ini harus terbuka sebelum pewarnaan. Pewarnaan rambut permanent melalui 2 tahapan proses pewarnaan (biasanya terjadi bersama-sama). Proses yang pertama adalah mengganti warna asli rambut dan proses yang kedua adalah menyimpan warna barunya, dasar prosesnya sama seperti pada proses membuat efek bercahaya pada rambut, kecuali zat pewarna tersebut terikat dengan tangkai rambut.

Ammonia adalah zat kimia yang bersifat basa yang mampu membuka cuticle dan membiarkan pewarna rambut masuk ke dalam bagian cortex rambut. Ammonia juga bereaksi sebagai katalis ketika pewarna rambut permanen masuk bersama-sama dengan peroksida, kemudian peroksida mengganti posisi pigmen pada saat reaksi awal pergantian warna atau “pre-existing” atau disebut juga awal ketetapan warna. Pada saat itu, peroksida menghancurkan ikatan kimia pada rambut, melepaskan sulfur, dan kemudian memberikan karakteristik bau pada pewarna rambut.

Melanin yang telah ter-decolorinasi akan menjadi warna permanen yang baru karena telah membentuk ikatan dengan cortex rambut. Beberapa jenis alkohol serta condisioner juga dapat melakukan degradasi warna pada rambut, untuk condisioner prosesnya adalah penutupan cuticle setelah pewarna masuk kedalam selaput dalam dan kemudian mengikat warna baru.

info lain tentang pewarnaan rambut:
1. http://www.dumaipos.com/
2. http://www.astaga.com/


(dari berbagai sumber)

Read more...

Tuesday, February 5, 2008

Review banjir 1 februari 2008

Musim hujan telah tiba. Musim panas juga telah tiba. Lho koq saya bisa bilang begitu?? Lha saat ini cuaca semakin aneh. Hari ini hujan, besok panas terik. Kemaren panas terik, lusa hujan. Hujan dan panas rupanya sudah semakin akur dan bisa berdampingan. Dan mereka sepertinya sayang sekali dengan rakyat indonesia khususnya Jakarta, sampai hampir setiap hari mereka datang ‘menjenguk’ bergantian.

Mungkin saudara-saudara, anda-anda yang tinggal di Jakarta dan sekitarnya masih ingat tentang banjir pada hari Jumat tanggal 1 Februari kemaren. Saat itu Jakarta tidak bisa menyalahkan Bogor. Karena memang banjir tidak disebabkan ‘kiriman’ dari kota seribu angkot itu, tetapi mutlak karena hujan yang terjadi satu hari penuh di wilayah Jakarta.

Hampir seluruh kota Jakarta ikut menikmati dan merasakan termasuk saya yang bekerja di daerah Jakarta Utara. Banjir betul-betul membuat sengsara dan menderita. Tapi namanya Indonesia, meski ditimpa bencana namun tetap saja masih bisa tertawa dan bahagia.

Saya melihat dipinggir-pinggir jalan orang-orang berjalan menerobos air setinggi lutut sampai pinggang dengan tubuh lusuh dan basah, para bikers dan drivers sibuk membongkar mesin kendaraannya yang mogok. Karyawan berebutan menaiki truk-truk bantuan dan perahu darurat. Lalulintas lumpuh sempurna, mereka hanya bisa pasrah menunggu sampai air surut dan lalulintas kembali normal. Meski harus berjam-jaaaam..

Dan normal disini tentu saja bukan lancar, tapi padat merayap. Di Jakarta setiap hari lalulintas penuh dan padat. Tersendat. Merayap. Sehingga inilah keadaan yang disebut normal. Justru apabila lalulintas lancar, jalanan tidak dipenuhi kendaraan, maka ini yang tidak normal, keadaan luar biasa. Hanya terjadi setahun sekali, saat lebaran idul fitri. Sepertinya di Indonesia, hal yang tidak normal menjadi normal, dan sesuatu yang normal justru menjadi tidak normal. Bingung?? Sama..!!

Namun saya melihat orang-orang itu tetap saja masih bisa tersenyum dan tertawa. Entah apa yang lucu. Mungkin mereka sudah lelah bersedih. Mereka sudah sangat terbiasa dengan penderitaan dan bencana, hingga bencana dan derita bukan lagi menjadi hal yang luar biasa dan patut di-sedih-kan. Seperti hal yang rutin dan kejadian sehari-hari. Atau mungkin mereka sedang mentertawakan diri sendiri. Yang bertahun-tahun dan berulang-ulang menjadi langganan banjir namun tidak juga (bisa) pindah mencari tempat yang aman karena sangat tergantung dengan Jakarta sebagai tempat untuk mencari sesuap nasi.

Entahlah..!! Toh saya sendiri masih tetap ada di sini dan tidak pindah-pindah meski sadar bahwa Jakarta sangat tidak nyaman.








Read more...

Vitamin C dan sakit Flu??

Banyak diantara kita yang ketika kita terserang flu segera berfikir untuk meminum jus jeruk atau suplemen vitamin C. Tetapi apakah cara tersebut memang efektif untuk menyembuhkan flu?

Buah jeruk, grapefruits dan makanan lainnya yang mengandung vitamin C memang bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Tetapi setelah berbagai penelitian dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa vitamin C hanya memiliki sedikit efek untuk menyembuhkan ataupun mencegah penyakit flu.

Vitamin C adalah asam ascorbat, namun untuk menghindari efek meningkatnya keasaman lambung, vitamin C sering disajikan dalam bentuk garam natrium ascorbat. Penelitian terbaru mengenai vitamin C, yang dipublikasi sekitar awal tahun ini dalam Cochrane Database of Systematic Reviews, mengevaluasi berbagai penelitian mengenai vitamin C yang telah selama beberapa dekade terakhir, yang melibatkan 11.000 subjek yang mengkonsumsi 200 mg atau lebih vitamin C setiap harinya. (Batas konsumsi vitamin C yang direkomendasikan oleh pemerintah Amerika adalah 60 mg per hari). Hasil penelitian menunjukkan bahwa vitamin C hanya sedikit berpengaruh untuk mengurangi atau mengobati sakit flu pada sebagian besar populasi. Tetapi bagaimanapun, hasil penelitian terhadap sebagian besar kelompok orang yang sering mengalami stress fisik (seperti atlet maraton, anggota militer dsb) menunjukkan bahwa vitamin C dapat menurunkan resiko mereka untuk terjangkit penyakit flu. Jika para atlet tersebut menkonsumsi vitamin C sesuai dosis yang dianjurkan setiap hari, maka kemungkinan mereka untuk terjangkit penyakit flu akan berkurang 50%.

Untuk orang-orang normal seperti kita, bagaimanapun juga meminum jus jeruk tidak akan terlalu banyak berpengaruh untuk mencegah penyakit flu. Seperti dikatakan Robert Douglas (Presiden The Public Health Association di Australia), “Jutaan orang yang mengkonsumsi vitamin C dengan dosis tinggi dengan asumsi bahwa akan mencegah penyakit flu sebenarnya tidak memiliki landasan yang kuat”.

Lalu bagaimana awal ceritanya sehingga vitamin C dihubungkan dengan obat flu?

Semuanya berawal dari Linus Pauling - seorang peraih Nobel Kimia yang hidup dari tahun 1901 hinga 1994. Pada tahun 1970, Pauling menulis buku “Vitamin C and the Common Cold,” yang mempopulerkan pernyataan bahwa jenis vitamin tersebut dapat mencegah seseorang terjangkit penyakit-penyakit ringan. Tetapi menurut Thomas Hager - penulis biografi Linus Pauling - “Buku tersebut diterbitkan dengan latar belakang sains yang kurang baik, dan tidak ada bukti yang mendukung pernyataan tersebut”.

“Pauling menerbitkan buku yang sangat berpengaruh tersebut tanpa menuliskan sedikitpun mengenai jurnal ilmiah di judul dan referensinya serta tanpa bukti yang cukup”, tambah Thomas Hager.

Walaupun efek dari vitamin C untuk menyembuhkan penyakit flu tidak ada, tetapi dokter hanya sedikit termotivasi untuk memperbaiki pernyataan mengenai vitamin C tersebut, dikarenakan konsumsi vitamin C bukanlah suatu ancaman bagi kesehatan publik. (Bahkan, beberapa penelitian telah menghubungkan sifat antioksidan dari vitamin C dengan mengurangi resiko kanker).

Lagi pula menurut Professor Arnold Monto - Professor Epidemiologi di University of Michigan's School of Public Health, akan lebih baik untuk tidak membuat publik menjadi anti terhadap vitamin C, lagi pula konsumsi vitamin C tidak akan membahayakan kesehatan manusia. “Konsumsi vitamin C akan memberikan dampak baik, dan tidak akan berbahaya bagi kesehatan”, tambah Professor Monto.

Sumber: http://www.chem-is-try.org/

Read more...

Rahasia pendar luminesensi

Pernah memancing pada malam hari? Pada malam hari akan sulit untuk melihat kail yang ditarik ikan. Sehingga pemancing sering menggunakan pelampung yang berpendar dalam gelap yang bisa terlihat jelas, biasa disebut sunlight. Atau pernah mengunjungi konser musik dimana orang-orang memegang batang cahaya yang digerakkan seiring dengan irama musik? Pengunjung dalam jumlah ribuan membawa batang cahaya atau memakai gelang dan kalung yang berpendar. Cahaya yang dipancarkan umumnya hijau, namun warna lainnya dapat dilihat pula. Cahaya yang diberikan oleh benda ini dikenal sebagai "cahaya dingin" atau luminesensi kimia sebagai hasil dari reaksi kimia.

Batang cahaya terdiri dari tabung kaca kecil yang dibungkus tabung plastik. Tabung kaca kecil ini mengandung H2O2 (hidrogen peroksida). Tabung luar mengandung ester fenil oksalat dan pewarna. Dengan membengkokkan tabung plastik, tabung kaca akan pecah dan melepas H2O2. Peroksida ini akan bereaksi dengan fenil oksalat, menghasilkan fenol dan karbon dioksida. Energi dari reaksi ini ditransferkan ke pewarna, yang akan teraktifasi dan memberikan cahaya, seperti yang ditunjukkan pada persamaan (1) :

Dalam luminesensi kimia, energi yang dipakai untuk mengeksitasi elektron diperoleh dari pengaturan kembali secara kimia dari atom atom untuk membentuk molekul baru dengan ikatan baru. Ketika elektron dalam atom-atom menjadi tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi, elektron dalam molekul menjadi tereksitasi pula ke tingkat energi yang lebih tinggi dengan menyediakan energi pula. Atom akan melepaskan energi berupa cahaya ketika elektron kembali ke tingkat energi yang lebih rendah, hal yang sama terjadi pula pada molekul. Tingkat energi pada molekul berbeda dengan tingkat energi atom. Karena tidak ada panas yang dihasilkan, energi yang diberikan sebagai bentuk cahaya ini sering disebut "cahaya dingin".

Batang cahaya yang menyala dalam gelap bukan satu-satunya kegunaan dari luminesensi kimia molekuler. Sebagai contoh, ini juga digunakan untuk mendeteksi konsentrasi NO (nitrat oksida) di atmosfer, dimana NO adalah hasil dari pembuangan mesin. Sampel udara diinjeksikan ke dalam mesin pembakaran, dimana NO bereaksi dengan O3 (ozon). NO2 akan dihasilkan dalam bentuk tereksitasi dan melepaskan fotonnya atau energi cahaya. Sebuah instrumen yang disebut tabung photomultiplier mendeteksi cahaya ini dan mengamplifikasinya untuk memberikan bacaan sinyal yang dapat terukur. Karena 1 mol NO menghasilkan 1 mol NO2, cahaya yang diemisikan sebanding dengan konsentrsi NO2 yang terbentuk dan jumlah awal dari NO.


* Keadaan tereksitasi dari NO2

Satu eksperimen yang dapat dicoba di rumah adalah menempatkan satu ujung dari batang cahaya dalam bak air dingin dan ujung lain di bak air hangat. Maka perbandingan cahaya pada suhu yang berbeda untuk reaksi luminesensi dapat diamati. Cahaya dingin dapat pula dibuat dengan luminol, reagen lain yang dapat bereaksi dengan H2O2

Read more...